Rabu, 20 Maret 2013

Peran Bank Indonesia dalam Kebijakan Moneter

Bank dan Lembaga Keuangan 1

Bank Sental adalah bank dari segala bank, maksudnya semua bank yang tersebar di seluruh Indonesia diatur dan diawasi sistem kerjanya oleh Bank Sental. Karena Bank Sentral bertujuan untuk menjaga stabilitas (keseimbangan) nilai mata uang (rupiah) baik tehadap barang dan jasa (dilihat dari laju inflasi) maupun terhadap mata uang negara lain (dilihat dari kurs valuta asing), tentunya berbeda dengan bank-bank umum lainnya yang  bertugas menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan dana kepada masyarakat baik dalam bentuk kredit atau dalam bentuk lainnya demi meningkatkan taraf hidup masyarakat (UU RI No 10 Tahun 1998 tanggal 10 November 1998). Demi tercapainya tujuan Bank Indonesia, maka BI harus melaksanakan ketiga tugasnya (biasa disebut 3 pilar) dengan baik yaitu, menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, dan mengatur dan mengawasi bank. Di sini yang akan dibahas lebih lanjut hanyalah tugas BI yang pertama yaitu Kebijakan Moneter.
Dalam kebijakan moneter ini Bank Indonesia bertujuan untuk mengatur jumlah uang yang beredar (JUB), maksudnya mengatur banyaknya jumlah uang yang dikeluarkan oleh BI ke tangan masyarakat. Program-program dari kebijakan moneter ini antara lain;
  1. Operasi Pasar Terbuka, adalah cara BI mengendalikan JUB dengan surat harga pemerintah seperti SBI (Sertifikat Bank Indonesia) dan SBPU (Surat Berharga pasar uang). Jika BI ingin mengurangi JUB maka BI menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat, tetapi jika BI ingin menambah JUB maka BI membeli surat berharga pemerintah di Pasar Uang.
  2. Politik Diskonto, adalah cara BI mengendalikan JUB dengan tingkat bunga.  Jika BI ingin mengurangi JUB maka BI menaikkan tingkat bunga pada bank umum, sebaliknya jika BI ingin menambah JUB maka BI menurunkan tingkat bunga pada bank umum.
  3. Rasio Cadangan Wajib, adalah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada BI, sehingga jika BI ingin mengurangi JUB maka BI menaikkan rasion cadangan wajib sedangkan jika BI ingin mengurangi JUB maka BI menaikkan rasio ini.
Referensi:

Sabtu, 09 Maret 2013

Jasa Perbankan: Letter of Credit

Bank dan Lembaga Keuangan 1

Letter of Credit (L/C) atau dalam bahasa Indonesianya adalah Surat Kredit Berdokumen merupakan salah satu dari jasa-jasa perbankan yang biasa digunakan dalam kegiatan eksport-import. Jasa perbankan ini sangat berguna untuk mengurangi resiko penipuan dan memberikan ketenangan  terhadap rasa ketidakpercayaan yang sangat tinggi antara eksportir dengan importir, hal ini tentu sangat wajar  karena transaksi jual-beli barang tersebut terjadi di negara yang berbeda, pasti diantara kedua belah pihak belum begitu mengenal secara baik atau bahkan mungkin saja belum pernah bertatap muka. Untuk memahami Letter of Credit dengan mudah, maka mekanismenya akan dibahas pada paragaraf selanjutnya.
Jika eksportir (penjual) dan importir (pembeli) sudah sepakat untuk melakukan transaksi jual beli akan suatu barang, maka pembeli perlu membuat surat kontrak penjualan yang berisi tentang syarat-syarat transaksi dan kondisi akan barang yang diperjualbelikan baik dari kualitas maupun kuantitas.
Setelah itu Appilcant (pembeli) dapat melampirkan kontrak penjualan tersebut kepada Bank untuk menerbitkan L/C untuk menjamin Applicant bahwa setelah ia membayar, ia akan mendapatkan barangnya dan barang tersebut harus sesuai dengan kontrak penjualan yang sudah tertera pada L/C. Bank yang memproses ini disebut dengan Bank Pembuka (Issuing Bank). Perlu diketahui juga bahwa siapa yang berniat menerbitkan L/C, maka dia harus disebut Applicant. Karena dalam hal ini adalah pembeli maka pembelilah yang kita sebut dengan Appilcant, berarti penjualnya yang kita sebut dengan Beneficiary.
Sekarang giliran Issuing Bank yang memberikan nasihat-nasihat, petunjuk kepada Beneficiary dalam menjual produknya tersebut, sehingga disini peran Bank berubah menjadi Advising Bank dari Issuing Bank. Karena transaksi ini terjadi di dua negara yang berbeda, sehingga jarak advising Bank dengan Beneficiary sangatlah jauh, maka Advising Bank di negara Applicant dapat digantikan perannya oleh Bank yang ada di negara Beneficiary. Jadi dalam hal ini memang memerlukan 2 bank, yang satu di negara Applicant sebagai Issuing Bank dan satunya lagi di negara Beneficiary sebagai  Advising Bank. Tetapi sebenarnya, Jika L/C dilakukan dalam negeri sehingga yang digunakan Letter of Credit Local yang dalam bahasa Indonesianya adalah Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN), maka disini peran Issuing Bank dan Advising Bank cukup dengan satu bank saja karena jaraknya terjangkau.
Setelah itu Beneficiary akan membawa dokumen-dokumen penting ke Bank (mengenai pengiriman produknya ke Applicant) untuk dinegoisasikan oleh Bank, apakah semua dokumennya sudah lengkap dan sesuai dengan apa yang tertera di L/C (dalam proses ini Bank berperan sebagai Negotiating Bank), jika sudah lengkap dan sesuai dengan L/C maka Negotiating Bank akan melakukan pembayaran ke Benefeciar atas penjualan yang telah dilakukannya. Kemudian Issuing Bank akan menagih piutangnya pada Applicant untuk menyerahkan semua dokumen dan barang-barangnya tesebut.

Jumat, 08 Maret 2013

Jasa Perbankan: KLIRING

Bank dan Lembaga Keuangan 1

Bank ingin memberikan jasanya dengan melayani nasabahnya yang ingin menagih piutang atau melunasi hutang melalui antar bank dengan menggunakan (tukar-menukar) warkat kliring agar lebih mudah, cepat dan aman. Nah, proses perhitungan dari tukar-menukar warkat kliring antar bank tersebut dan yang diatur oleh Bank Sentral (Bank Indonesia) merupakan pengertian dari kliring. Jadi kliring juga merupakan salah satu dari berbagai jasa perbankan. Sedangkan warkat kliring merupakan alat pembayaran bukan tunai yang sudah diatur dalam perundang-undangan antara lain seperti cek, nota debet, nota kredit, bilyet giro, surat bukti transfer dan wesel.
Agar dapat memahami kliring dengan baik maka perlu diilustrasikan sebagai berikut; Misalnya Nina ingin mengirimkan uangnya ke Anna dalam jumlah yang sangat besar dengan menggunakan cek. Karena bank yang dimiliki Nina dengan bank yang dimiliki Anna berbeda maka nantinya ini akan terjadi proses kliring. Anggap saja bank yang Nina pakai adalah Bank x sedangkan bank yang Anna pakai adalah Bank y. Untuk mencairkan cek tersebut Anna menyerahkan cek itu ke banknya yaitu Bank y, kemudian Bank y akan menyerahkan cek tersebut ke BI, di situlah proses pengkliringan warkat (cek) terjadi. BI akan melanjutkan kliring tersebut ke Bank x, untuk meminta persetujuan dan validasi bahwa memang cek itu sah dan dananya ada. Jika tidak ada penolakan, maka BI akan memotong saldo rekening koran  Bank x dan  menambahkannya ke saldo rekening koran Bank y. Dengan demikian ayat jurnalnya akan menjadi seperti berikut:
-         Bank Indonesia:    Rekening Koran Bank x (-)                              
                          Rekening Koran Bank y (+)                           
-          Bank X:                 Giro Nina (-)                                
                                      Rekening Koran BI (+)                                      
-          Bank Y:                 Rekening Koran BI (-)                                   
                          Tabungan Anna (+)                               
Seringkali kita mendengar istilah kalah kliring, apa yang dimaksud dengan kalah kliring? Kalah kliring adalah keadaaan suatu Bank dimana jumlah pembayaran kewajiban warkat lebih besar dari pada jumlah penagihan piutang warkat, maksudnya jika pemotongan saldo rekening Bank x oleh BI (kliring masuk) untuk melunasi kewajiban Bank x terhadap bank lain lebih banyak dibandingan dengan penambahan saldo rekening Bank x dari BI (kliring keluar) untuk melunasi piutang Bank x dari bank lain.