Mengapa korupsi bisa
merajalela?
Sebenarnya korupsi bukan merupakan atribut budaya
atau elemen dasar masyarakat Indonesia namun justru korupsi merupakan suatu hal
yang hidup di berbagai negara dan situasi manapun dimana insentif untuk
melakukannya. Pada hakekatnya, korupsi adalah “benalu sosial” yang merusak
struktur pemerintahan, dan menjadi penghambat utama terhadap jalannya
pemerintahan dan pembangunan.
Menurut Kartono (1983) korupsi sebagai tingkah laku
individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi,
merugikan kepentingan umum dan negara. Ada beberapa sebab terjadinya praktek
korupsi. Singh (1974) menemukan dalam penelitiannya bahwa penyebab terjadinya
korupsi di India adalah kelemahan moral (41,3%), tekanan ekonomi (23,8%),
hambatan struktur administrasi (17,2%) dan hambatan struktur sosial (7,08%).
Seperti contohnya, seorang pengusaha berusaha
menyuap pemerintah atau DPR agar peraturan yang dikeluarkan menguntungkan si
pengusaha, sekalipun merugikan negara. Lalu terjadi transfer uang. Pengusaha
melenggang dengan bisnisnya dan oknum pemerintah mendapat tambahan pemasukan.
Namun, akibatnya sebagian besar rakyat dirugikan. Uang mereka yang dititipkan
ke pemerintah (berupa pajak) tidak teralokasikan kepada penyediaan barang
publik dengan semestinya. Sebagian uang itu pindah ke kantong pengusaha (berupa
akses ilegal) dan oknum pemerintah. Akibatnya, kuantitas dan kualitas pelayanan
publik lebih rendah daripada seharusnya. Hal ini menjadi kesempatan yang hilang
untuk memperbaiki hajat hidup orang banyak, sebuah tugas yang diamanatkan
kepada pemerintah dan dibiayai oleh pajak dan SDA. Oknum pemerintah bisa
melarikan uang negara dengan berbagai cara. Korupsi pun terjadi antarpenguasa,
tanpa pemerintah.
Akibat langsung dari
korupsi adalah rusaknya pasar. Misalnya, korupsi gula impor. Harga yang dilihat
masyarakat adalah harga tidak alami atau buatan. Sementara itu, akses ilegal
yang dinikmati penyuap, menutup akses pengusaha lain yang tidak mau menyuap.
Persaingan pun menjadi tidak fair.
Korupsi menyebabkan ‘kegagalan pasar’. Sementara itu, macetnya tugas alokatif
pemerintah merupakan ‘kegagalan pemerintah’. Lebih buruk lagi daripada
mengalami kedua kegagalan ini. Dapat dikatakan bahwa insentif untuk melakukan
penyimpangan dan korupsi lebih membawa ke arah inefisiensi ketimbang efisiensi.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar